Gorontalo Dengan Pesona Sejarah Islamnya, Butuh Al Qur’an dan Dukungan Anda

Gorontalo diperkirakan lahir sebagai kota pusat pemerintahan Islam sejak tahun 1728 M, atau tepatnya 06 Syaban 1140 H. Raja Amai (1472 – 1550), raja dari utara yang ke II Kerajaan Gorontalo pada tahun 1525 diyakini menjadi peletak pertama tonggak Islam di wilayah ini, kemudian Raja Amai mengganti gelar Rajanya dengan Sultan, sehingga dia dikenal dengan sebutan Sultan Amai.

(Tim dakwah Ust Yusuf sedang mengajarkan anak-anak membaca Al Qur’an)

Sultan Matolodulakiki yang tak lain adalah putera Sultan Amai, kemudian menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan pada zaman pemerintahannya dengan prinsip: Adati hula-hulaa to saraa, saraa hula-hulaa to Qurani. (“Adat bersendikan Syara’, Syara’ bersendikan Al-Quran”) Peleburan Islam dengan negara dan adat lantas disempurnakan oleh Sultan Eyato sejak tahun 1673.

Selanjutnya, Sultan Botutihe menegaskan proses Islamisasi dengan memindahkan pusat pemerintahan dari Dungingi ke lokasi baru, yakni kawasan kompleks Masjid Agung Baiturrahim Kota Gorontalo saat ini.

Masjid ini kemudian menjadi tonggak sejarah pemerintahan dan pusat agama. Secara empiris dapat dikatakan bahwa hubungan antara negara, agama dan adat sudah sedemikian kuat di Gorontalo. Prinsip penyebaran Islam pada masa ini melahirkan perkembangan baru yakni adat yang di Islamkan atau Islam yang diadatkan.

(Kondisi Al Qur’an yang sudah rusak)

Gorontalo sendiri resmi menjadi satu provinsi di Indonesia pada 5 Desember 2000. Dengan pesona Islam disana, provinsi ini kemudian mendapat gelar “Bumi Serambi Madinah”. Total luas wilayahnya seluas 12.435 km2 , dengan jumlah penduduk 1.168.190 jiwa dimana 97,38 % adalah muslim.

Di balik keindahan alam yang mendunia dan kemajuan Gorontalo sebagai provinsi ke 32 ternyata masih ada suku terasing yang hidup mendiami pegunungan Boliyohuto namanya suku Polahi.

Polahi adalah suku terasing yang hidup di hutan pedalaman Gorontalo. Suku Polahi merupakan masyarakat pelarian zaman penjajahan Belanda yang eksodus ke hutan karena tidak mau dijajah, sehingga menjadikan mereka sebagai suku terasing sampai saat ini. Mereka hidup di pedalaman hutan daerah Boliyohuto, Paguyaman dan Suwawa, Provinsi Gorontalo.

Literatur mengenai masyarakat ini hampir tidak ada. Bahasanya adalah dialek Gorontalo, dan menganut agama tradisional. Mereka hidup dari bercocok tanam alakadarnya dan berburu babi hutan, rusa, serta ular sanca.

Beberapa lokasi terpencil di Gorontalo lainnya seperti dusun Bainbunta, penduduk di sekitar dusun Bainbunta ini tinggal di kawasan hutan lindung sehingga tidak ada akses jalan yang baik ke tempat pemukiman warga. Warga disini ini harus berjalan kaki atau dibantu hewan seperti kuda bila ingin menjual hasil bumi mereka ke desa terdekat, menembus hutan lindung sejauh 10 km. Wilayah ini termasuk rawan pendidikan, dimana untuk bersekolah anak-anak di dusun ini harus tinggal di desa, karena jarak sekolah dengan dusun sangat jauh tidak efektif bila harus ditempuh setiap hari. Akhirnya, sebagian besar anak-anak memilih tidak bersekolah. Daerah pedalaman ini juga termasuk rawan aqidah.

Salah satu mitra lapang BWA di Gorontalo, Ustd Yusuf yang biasa dakwah ke pedalaman menjelaskan bahwa di Gorontalo banyak kodisi Al Qur’an yang sudah rusak dan tak layak pakai. Hal ini menyulitkan untuk pembinaan terutama dalam kegiatan belajar baca Al Qur’an.

Tim BWA juga bersilaturahmi ke rumah Sultan YM Yosep Tahir Ma’ruf Bin Tahir Danial Ma’ruf Bin Sultan Bubohu X Bin Butingo Limutu pada tahun 2019 lalu. Beliau bercerita di wilayah pedalaman Gorontalo sangat dibutuhkan dai-dai untuk membina masyarakat. Mereka juga membutuhkan Al Qur’an. Al Qur’an sulit didapat karena minimimnya akses transportasi. Kalupun ada Al Qur’an diperkotaan, biaya yang dikeluarkan bisa lebih mahal ketimbang harga Al Qur’annya.

Sultan YM Yosep berharap kedatangan tim BWA dapat memabantu membumikan Al-Quran di wilayah Gorontalo. Hal ini di tujukan agar tidak terjadi lagi kasus semisal pemurtadan dan pendangkalan akidah bagi saudara-saudara muslim yang berada di wilayah Gorontalo.

Melihat kondisi ini, BWA mengajak kaum muslimin mendukung proyek penyaluran 100.000 Al-Qur’an wakaf dan 10.000 buku iqra’, serta mengadakan training dakwah dan pemahaman Islam untuk Da’i pedalaman Gorontalo. Semoga dari setiap huruf Al-Qur’an yang mereka baca akan mengalirkan pahala kepada Anda hingga hari kiamat, Aamiin.

 

Nilai Wakaf yang Dibutuhkan:

Rp.15.000.000.000 (100.000 Eksemplar Al-Qur’an @Rp.150.000 dan 10.000 Iqra)

Update Oktober 2024
Update Oktober 2024